Jelang 70 Tahun Merdeka, Ilmu Pengetahuan Masih Tertinggal

20 Agustus 2016

JAKARTA, KOMPAS — Ilmu pengetahuan menjadi salah satu dasar penting dalam berdirinya negara Indonesia. Buktinya, tokoh-tokoh pergerakan negeri ini, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir, merupakan kaum pemikir dan terpelajar. Sayangnya, pengembangan ilmu pengetahuan Indonesia terus tertinggal dibandingkan dengan negara lain.

 

Prof BJ Habibie dikukuhkan sebagai pendiri Akademi Ilmu Pengetahuan Indonsesia (AIPI)

Prof BJ Habibie dikukuhkan sebagai pendiri Akademi Ilmu Pengetahuan Indonsesia (AIPI) dalam acara jamuan makan malam. Pengangkatan 10 Anggota Baru AIPI serta pengukuhan pendiri AIPI dilangsungkan di kediaman BJ Habibie di Jakarta, Minggu (24/5). Ia bersama dua profesor lain, yaitu Prof Fuad Hasan (alm), Prof Samaun Samadikun (alm), dikukuhkan sebagai pendiri AIPI. Presiden Joko Widodo berhalangan hadir dan mendelegasikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk mewakili.

 

Selama 1996-2010, misalnya, Indonesia hanya berada di peringkat ke-64 dunia dalam jumlah artikel ilmiah yang terbit di jurnal internasional. Karena itu, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) berupaya mendorong keberpihakan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

Ketua AIPI Sangkot Marzuki mengatakan, pada usianya yang ke-25 tahun ini, AIPI menginisiasi sejumlah program yang diharapkan bisa menggiatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya ilmiah di Tanah Air. "Kami juga berharap akademi ini semakin baik dan bisa memberikan masukan terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan secara lebih baik bagi pemerintah," ujarnya saat berpidato dalam pembukaan Seminar "Indonesia sebagai Tapak Temuan Ilmiah Akbar Dunia: Mengikuti Jejak Alfred Russel Wallace" di Jakarta, Senin (25/5).

 

Menurut Sangkot, selama ini perhatian bangsa Indonesia terlalu tercurah pada isu-isu ekonomi dan politik yang dirasa lebih genting. Padahal, ilmu pengetahuan menjadi dasar bagi kemajuan bangsa, terutama lewat menjamin tersedianya sumber daya manusia berkualitas unggul guna berkreasi menghasilkan produk inovatif.

 

Belanja riset rendah

Salah satu masalah klasik adalah belanja riset di Indonesia yang masih rendah. Menurut data 2013, total belanja penelitian dan pengembangan nasional hanya 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). Indonesia masih kalah dari Malaysia, yang total belanja litbang nasionalnya 0,6 persen dari PDB.

 


Sumber: Kompas Print | 25 mei


Sumber : STEBIS IGM http://demo.stebisigm.ac.id
Selengkapnya : http://demo.stebisigm.ac.id/artikel/320/--Jelang-70-Tahun-Merdeka,-Ilmu-Pengetahuan-Masih-Tertinggal.html